Gampong BAK DILIP pada awal mulanya adalah salah satu kawasan yang letaknya dikelilingi persawahan dan perkebunan, dinamakan Bak Dilip, yang artinya “Pohon kayu yang besar yang terletak ditengah permukiman, pohon tersebut yang bernama Bak Dilip.
Sistem pemerintahan Gampong Bak Dilip berasaskan pada pola adat/kebudayaan dan peraturan formal yang sudah bersifat umum sejak zaman dahulu, pemerintahan Gampong dipimpin oleh seorang Geuchik dan dibantu oleh seorang Wakil Geuchik karena pada saat itu dalam susunan pemerintahan Gampong belum ada istilah Kepala Dusun. Wakil Geuchik pada saat itu juga memiliki peran dan fungsi yang sama seperti halnya Kepala Dusun pada saat ini. Iemum Meunasah memiliki peranan yang cukup kuat dalam tatanan pemerintahan di Gampong, yaitu sebagai penasehat baik dalam penetapan sebuah kebijakan ditingkat pemerintahan Gampong dan dalam memutuskan sebuah putusan hukum adat.
Tuha Peut menjadi bagian lembaga penasehat Gampong, Tuha Peut juga sangat berperan dan berwenang dalam memberi pertimbangan terhadap pengambilan keputusan-keputusan di Gampong, memantau kinerja dan kebijakan yang diambil oleh Geuchik. Imum Meunasah berperan mengorganisasikan kegitan-kegiatan keagamaan. Pada zaman dulu roda pemerintahan dilaksanakan di rumah Pak Geuchik dan di lapangan (tengah-tengah masyarakat) karena belum ada Kantor Geuchik.
Pelaksanaan pembangunan di Gampong sebelum adanya “Bantuan Keuangan Gampong” sangat minim sekali, terutama pembangunan fisik dan kemasyarakatan. Pembangunan fisik dilakukan secara gotong royong, dimana seluruh anggota masyarakat yang sudah dewasa terlibat, sehingga hasilnya belum dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat.